Menjelaskan Sebuah Citra dalam Pemotretan

by Wisnu Pamungkas

Setiap kali doa-doa itu meloncat dari bibirnya
ia selalu menemukan dirinya dalam keadaan remuk.
Cinta itu telah membuat dirinya berdarah-darah,
menjadi partikel-partikel kecil yang kadang-kadang
terpelanting terlalu jauh, ketempat-tempat tergelap
dalam fikirannya. Ia merasa dadanya teramat sepi
setiap kali ia menoleh kepada cermin. Setiap kali ia
(mencoba) mengingat-ingat wajahnya sendiri yang telah
hilang. Barangkali saja ia memang pernah mirip tuhan.
Barangkali juga lebih parah dari pada porselin retak yang
tak di kenal atau sebuah citra yang salah dan tanpa tujuan
bergetar dari satu tempat ke tempat yang lain
dengan kesakitan, tapi mana boleh ia miliki bahagia,
karena cinta ini lidia,
inilah cinta

Lundang, 11 Desember 1997
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url