By: Wisnu Pamungkas
Seorang diri ayah menjelajah dari sejarah ke sejarah,
Ibu hanya bayang-bayang kelam tanpa wajah yang terkadang muncul dan tenggelam di serambi rumah,
Sungguh sudah sangat lama ayah pasrah, bahkan ketika ibu belum memiliki hasrat untuk mencintainya,
ketika ibu pertama kalinya melihat tintah kering di saku kemeja putih ayah,
(sajak-sajak dalam rak yang tak pernah selesai ditulisnya menetas menjadi darah)
Seringkali ayah mencoba untuk berhenti untuk menuliskan kisah, tapi burung-burung selalu datang,
Mengabarkan sebuah keindahan, kedengkian dan darah setiap orang,
Sebuah keabadian yang memanjang dan berlumuran darah,
(ibu pasti sudah tak mengenal ayah ketika surat-surat gelap itu mulai disebarkan kesetiap rumah…)
Ibu sungguh tak mengerti mengapa ayah telah mencetak begitu banyak undangan, stiker-stiker tentang perkelahian, ibu telah lama menikmati itu, barangkali semacam sebuah penghianatan,
Lalu ibu pergi meninggalkannya sendiri di sebuah taman, hilang dalam riuh letup bedil dan senapan dikokang
Pontianak, 28 Juni 2000
Seorang diri ayah menjelajah dari sejarah ke sejarah,
Ibu hanya bayang-bayang kelam tanpa wajah yang terkadang muncul dan tenggelam di serambi rumah,
Sungguh sudah sangat lama ayah pasrah, bahkan ketika ibu belum memiliki hasrat untuk mencintainya,
ketika ibu pertama kalinya melihat tintah kering di saku kemeja putih ayah,
(sajak-sajak dalam rak yang tak pernah selesai ditulisnya menetas menjadi darah)
Seringkali ayah mencoba untuk berhenti untuk menuliskan kisah, tapi burung-burung selalu datang,
Mengabarkan sebuah keindahan, kedengkian dan darah setiap orang,
Sebuah keabadian yang memanjang dan berlumuran darah,
(ibu pasti sudah tak mengenal ayah ketika surat-surat gelap itu mulai disebarkan kesetiap rumah…)
Ibu sungguh tak mengerti mengapa ayah telah mencetak begitu banyak undangan, stiker-stiker tentang perkelahian, ibu telah lama menikmati itu, barangkali semacam sebuah penghianatan,
Lalu ibu pergi meninggalkannya sendiri di sebuah taman, hilang dalam riuh letup bedil dan senapan dikokang
Pontianak, 28 Juni 2000