By Wisnu Pamungkas
Setiap kali berkicau, burung itu menarik paruhnya tinggi-tinggi, di antara ranting dan langit.
Tapi setelah 56 tahun berkicau, suaranya tak segaring dulu. Paruhnya yang setahun lalu masih perkasa, kini mulai peot.
Sementara di lereng bukit hutan itu, tak jauh dari pohon, seorang pemburu tertatih-tatih menyeret tongkat pengganti senapan karatan yang sudah ia lemparkan ke jurang. Karena setelah 56 tahun memburu Garuda itu, lelaki tersebut tersesat.
Tepat di bawah pohon, tempat burung itu bertengger ia tengadah sambil mengeluh.
Setiap kali berkicau, burung itu menarik paruhnya tinggi-tinggi, di antara ranting dan langit.
Tapi setelah 56 tahun berkicau, suaranya tak segaring dulu. Paruhnya yang setahun lalu masih perkasa, kini mulai peot.
Sementara di lereng bukit hutan itu, tak jauh dari pohon, seorang pemburu tertatih-tatih menyeret tongkat pengganti senapan karatan yang sudah ia lemparkan ke jurang. Karena setelah 56 tahun memburu Garuda itu, lelaki tersebut tersesat.
Tepat di bawah pohon, tempat burung itu bertengger ia tengadah sambil mengeluh.
"Maafkan saya, mereka telah merampas peta dan semuanya, sehingga kini saya tidak lagi yakin apakah engkau sungguh-sungguh garuda yang aku cari seumur hidup.”
Tanjung Hulu, 8 Mei 2007
Tanjung Hulu, 8 Mei 2007