By A.Alexander Mering
Mendengar kata Polisi ketika masih kecil saya langsung ngeri. Terbayang seorang lelaki berwajah sangar membawa pentungan atau pistol dan borgol di pinggang. Polisi dalam benak kecil saya ketika itu adalah sosok yang menakutkan.Tentu saja ini bukan salah pak polisi. Namun tak dapat disangkal kalau dalam masyarakat kita, banyak para orang tua yang tanpa sadar menakuti-nakuti anaknya dengan kata,”Polisi!”“Awas, ada polisi!” ancam seorang ibu ketika anaknya mulai bertingkah sedikit ‘nakal’.
Akibatnya, meski polisi sendiri sudah berubah, tapi praktik menakut-nakuti para bocah seperti ini masih kerap ditemukan.
Jika dilihat dari asal usulnya, Polisi Indonesia berasal dari bahasa Belanda politie yang juga berasal dari bahasa Latin politia, atau politeia dari kata Yunani yang berarti warga kota atau pemerintahan kota.
Dalam pengertian modern, polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum. Namun kadangkala pranata ini bersifat militaristis, seperti di di negeri kita sebelum Polri dilepas dari ABRI.
Pada ulang tahunnya yang ke 62, lembaga ini meskinya jauh lebih dewasa lagi. Jika diibaratkan seorang lelaki, maka Polri pastilah sosok yang sudah sepuh. Pribadi yang kenyang makan asam garam kehidupan. Tapi sekali lagi, tentulah Polisi bukan seorang kekak gaek yang kesehatannya mulai mengkuatirkan. Polri adalah sebuah lembaga yang berakar pada sendi-sendi yang kokoh.
Jaman Orde Baru (Orba), citra Polisi memang meredup. Saat reformasi, mestinya lembaga ini bisa menemukan kilau-nya kembali. Caranya adalah dengan ‘menggosok kembali slogannya sebagai yang melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat. Salah satu contoh adalah keberhasilan Polri mengungkap berbagai kasus terorisme di republik ini.
HUT Bhayangkara kali ini, adalah saat yang paling tepat untuk polisi dan juga masyarakatnya bercermin.
Berkacalah pada sejarah, atau negara-negara lain yang lembaga kepolisiannya dianggap berhasil. Di masa silam, polisi Inggris terkenal sangat berwibawa, sampai-sampai ada pemeo yang menyebutkan kalau polisi di sana cukup membawa pentungan, penjahat pun sudah gemetar. Waktu kuliah dulu, seorang dosen bilang, polisi Inggris di masa kejayaannya tak ada yang petantang-petenteng membawa pistol, seperti cowboy Amerika. Jika ada sepucuk surat yang tercecer di jalan pun niscaya akan sampai ke alamat yang di tuju, karena polisi-nya berdisiplin dan tidak korup. Perkembangannya sekarang bisa kita dari waktu ke waktu.
Di Jepang, polisi bahkan menjadi andalan pemabuk dan orang tersesat. Demikian tulis Suara Pembaharuan Senin, 20 Maret 2006 lalu.
Orang di inapkan di koban bila sudah larut malam, sementara polisi menghubungi keluarga yang bersangkutan. Polisi kerap mengurus hal yang remeh-temeh, tapi tak kalah penting. Peran seperti ini membuat polisi di Jepang tidak sekadar sebagai petugas keamanan, namun juga dijuluki sebagai polisi masyarakat (polmas).
Hakikatnya, Pomas di Jepang berfungsi menjaga keamanan siang dan malam. Mulai dari mengawasi lalu lintas jalan, patroli lingkungan hingga melakukan kunjungan ke rumah-rumah penduduk. Tugas mereka harus memberi rasa aman dan ketenangan bagi masyarakat dengan mencegah kejahatan. Polisi juga memberi bimbingan pada remaja, melindungi anak tersesat, orang mabuk dan memberi konseling kepada orang yang dalam kesulitan. Konsepnya asli Polmas, bukan sekadar slogan. Untuk mendekatkan diri pada masyarakat beberapa kepolisian prefektur (setingkat provinsi) di Jepang memakai logo yang terlihat lucu dan bersahabat. Markas Kepolisian Metropolitan Tokyo, misalnya, memakai logo tikus luar angkasa yang di kepalanya memiliki antenna yang diberi nama Peopo yaitu singkatan dari People’s Police.
Di Prefektur Aichi logonya pula burung hantu yang lucu berseragam polisi sambil memberi hormat. Dari contoh ini, kita dapat melihat polisi bisa mencitrakan dirinya menjadi apa saja. Karena lembaga ini memiliki dimensi yang sangat luar biasa. Di suatu sisi ia harus bekerja profesional, dan berwibawa tapi juga bisa menjadi sahabat yang menggemaskan. Nah, sekarang bagaimana pula dengan polisi kita sekarang?
Mendengar kata Polisi ketika masih kecil saya langsung ngeri. Terbayang seorang lelaki berwajah sangar membawa pentungan atau pistol dan borgol di pinggang. Polisi dalam benak kecil saya ketika itu adalah sosok yang menakutkan.Tentu saja ini bukan salah pak polisi. Namun tak dapat disangkal kalau dalam masyarakat kita, banyak para orang tua yang tanpa sadar menakuti-nakuti anaknya dengan kata,”Polisi!”“Awas, ada polisi!” ancam seorang ibu ketika anaknya mulai bertingkah sedikit ‘nakal’.
Akibatnya, meski polisi sendiri sudah berubah, tapi praktik menakut-nakuti para bocah seperti ini masih kerap ditemukan.
Jika dilihat dari asal usulnya, Polisi Indonesia berasal dari bahasa Belanda politie yang juga berasal dari bahasa Latin politia, atau politeia dari kata Yunani yang berarti warga kota atau pemerintahan kota.
Dalam pengertian modern, polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum. Namun kadangkala pranata ini bersifat militaristis, seperti di di negeri kita sebelum Polri dilepas dari ABRI.
Pada ulang tahunnya yang ke 62, lembaga ini meskinya jauh lebih dewasa lagi. Jika diibaratkan seorang lelaki, maka Polri pastilah sosok yang sudah sepuh. Pribadi yang kenyang makan asam garam kehidupan. Tapi sekali lagi, tentulah Polisi bukan seorang kekak gaek yang kesehatannya mulai mengkuatirkan. Polri adalah sebuah lembaga yang berakar pada sendi-sendi yang kokoh.
Jaman Orde Baru (Orba), citra Polisi memang meredup. Saat reformasi, mestinya lembaga ini bisa menemukan kilau-nya kembali. Caranya adalah dengan ‘menggosok kembali slogannya sebagai yang melindungi, melayani dan mengayomi masyarakat. Salah satu contoh adalah keberhasilan Polri mengungkap berbagai kasus terorisme di republik ini.
HUT Bhayangkara kali ini, adalah saat yang paling tepat untuk polisi dan juga masyarakatnya bercermin.
Berkacalah pada sejarah, atau negara-negara lain yang lembaga kepolisiannya dianggap berhasil. Di masa silam, polisi Inggris terkenal sangat berwibawa, sampai-sampai ada pemeo yang menyebutkan kalau polisi di sana cukup membawa pentungan, penjahat pun sudah gemetar. Waktu kuliah dulu, seorang dosen bilang, polisi Inggris di masa kejayaannya tak ada yang petantang-petenteng membawa pistol, seperti cowboy Amerika. Jika ada sepucuk surat yang tercecer di jalan pun niscaya akan sampai ke alamat yang di tuju, karena polisi-nya berdisiplin dan tidak korup. Perkembangannya sekarang bisa kita dari waktu ke waktu.
Di Jepang, polisi bahkan menjadi andalan pemabuk dan orang tersesat. Demikian tulis Suara Pembaharuan Senin, 20 Maret 2006 lalu.
Orang di inapkan di koban bila sudah larut malam, sementara polisi menghubungi keluarga yang bersangkutan. Polisi kerap mengurus hal yang remeh-temeh, tapi tak kalah penting. Peran seperti ini membuat polisi di Jepang tidak sekadar sebagai petugas keamanan, namun juga dijuluki sebagai polisi masyarakat (polmas).
Hakikatnya, Pomas di Jepang berfungsi menjaga keamanan siang dan malam. Mulai dari mengawasi lalu lintas jalan, patroli lingkungan hingga melakukan kunjungan ke rumah-rumah penduduk. Tugas mereka harus memberi rasa aman dan ketenangan bagi masyarakat dengan mencegah kejahatan. Polisi juga memberi bimbingan pada remaja, melindungi anak tersesat, orang mabuk dan memberi konseling kepada orang yang dalam kesulitan. Konsepnya asli Polmas, bukan sekadar slogan. Untuk mendekatkan diri pada masyarakat beberapa kepolisian prefektur (setingkat provinsi) di Jepang memakai logo yang terlihat lucu dan bersahabat. Markas Kepolisian Metropolitan Tokyo, misalnya, memakai logo tikus luar angkasa yang di kepalanya memiliki antenna yang diberi nama Peopo yaitu singkatan dari People’s Police.
Di Prefektur Aichi logonya pula burung hantu yang lucu berseragam polisi sambil memberi hormat. Dari contoh ini, kita dapat melihat polisi bisa mencitrakan dirinya menjadi apa saja. Karena lembaga ini memiliki dimensi yang sangat luar biasa. Di suatu sisi ia harus bekerja profesional, dan berwibawa tapi juga bisa menjadi sahabat yang menggemaskan. Nah, sekarang bagaimana pula dengan polisi kita sekarang?