Bangkitnya Majapahit Baru
A Alexander Mering
Angin malam dari perkebunan karet, di belakang rumah menerobos masuk lewat jendela yang dibiarkan terbuka. Mikael Eko menyedot rokoknya dalam-dalam saat saya tanya tentang asal-usul kampung Tapang Sambas, basis Credit Union Keling Kumang (CU KK).
“Menurut para orang tua, orang Dayak Desa berasal dari Batang Desa di daerah Ketungau sana.” Yang dimaksud Mikael adalah sebuah kawasan di Kabupaten Sintang.
“Sebelumnya, nenek moyang kami hidup bersama dengan Keling -Kumang, di tembawang Tampun Juah,” tambahnya.
Bekas luka di kelopak mata kanan matanya makin tampak nyata dalam sorot keremangan lampu. Monika, kakak tertuanya pernah bilang, diantara adiknya yang lelaki, Mikael adalah yang paling nakal. Tapi saya segan bertanya tentang codet di wajahnya itu. Selama ini saya hanya mengenalnya sebagai salah seorang aktivis Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) di Kalbar yang cukup vokal.
Hampir semua sub suku yang termasuk dalam rumpun Ibanik di Borneo Barat ini mengklaim Tampun Juah adalah tembawang terakhir, tempat nenek moyang mereka hidup berdampingan di rumah betang, bersama Keling Kumang. Karena suatu perkara, manusia terpaksa berpisah dengan orang-orang halus dari Rumah Punyong ini. Di Kalbar ini hanya ada satu tempat yang bernama Tampun Juah, yaitu sebuah tempat terpencil di Kabupaten Sanggau, beberapa kilometer dari Desa Segumun. Entah apakah itu yang dimaksud para penutur dan tetua suku Dayak tersebut.
Keling dalam legenda sub suku Dayak rumpun ini dipercaya sebagai orang yang sakti dan sangat tampan. Sedangkan Kumang wanita cantik jelita tiada tara. Di jagat ini tak ada wanita yang mampu menandingi kepakarannya dalam hal pekerjaan seorang perempuan, termasuk dalam cinta. Karena itu hanya Keling yang bisa menjadi Suaminya. Orang Desa dan group Ibanik lainnya percaya kedua orang ini hidup abadi hingga sekarang.
“Maka dalam setiap upacara besar atau pesta panen mereka selalu diundang dengan ritual khusus,” kata Mikael.
Mikael adalah Anak ke 4 Pak Markus Nerang dan Ny Theresia Inda (Alm). Dalam urutan keluarga, Ia adalah adik Munaldus. Meski tidak ‘segalak’ Munaldus dan Masiun soal CU, tetapi diawal-awal perjuangan gerakan CU di kampungnya ia terlibat. Karena itu ia mengetahui persis kalau dipilihnya nama Keling Kumang untuk CU terbesar ketiga di Indonesia itu, adalah hasil konsultasi Munaldus dengan Ny. Inda ibu mereka yang wafat tahun 1996 lalu.
Sejarah CU juga sejalan dengan mottonya yang diambil dari bahasa latin, Invectus! Artinya tak Terkalahkan, seperti Keling dan Kumang. Inilah yang menjadi spirit CU KK hingga mampu menembus angka 137 miliar dengan anggota 30.417 terhitung hingga bulan Juli 2007 kemarin.
CU KK hanya salah satu bagian saja dari seluruh gerakan CU di nusantara ini, termasuk CU Lantang Tipo di Bodok dan CU Pancur Kasih di Pontianak, sebagai peletak dasar gerakan CU di Kalbar. Hingga Maret 2007 lalu, tercatat tak kurang dari 48 CU di nusantara ini yang bergabung di bawah BK3D Kalimantan. “Total asetnya kini hampir mendekati Rp 2 triliun,” kata Masiun dalam perbincangan kami ketika pulang ke Pontainak. Sebab pada bulan Maret lalu jumlahnya sudah Rp 1,6 triliun.
Berdasarkan hasil Rapat Anggota Tahunan (RAT) di Palangka Raya Maret lalu jumlah anggota sudah mencapai 334.119 orang. Gerakan CU terus menyebar, melesat terbang seperti burung Kenyalang (Hornbill) mengitari seantero nusantara ini. Dari ujung ke ujung negeri, dari Sumatera hingga Papua, semakin banyak yang merasakan manfaat CU di Indonesia ini. Kini silih berganti orang yang datang ke Kalbar untuk belajar CU.
“Francis Wahoho sempat menyebut gerakan CU sebagai kebangkitan Majapahit ke dua,” kata Masiun.
Saya tercenung sepanjang jalan. Banyak hal istimewa terlahir dari perut Borneo ini. Sebut saja penemuan candi Hindu abad ke-7 di Ketapang, Republik Lan Fang abad 17 di Mandor yang tak diungkapkan dalam sejarah Indonesia, Sultan Hamid pencipta Lambang Negara, Garuda Pancasila dan masih banyak lagi. Nah, gerakan CU juga dilahirkan di Kalbar menyebar ke seluruh Nusantara, sebuah gerakan yang dilakukan orang-orang yang di mata pemerintah di cap tak mampu. Justru semakin besar menjadi kekuatan ekonomi rakyat jelata. Keunggulannya, karena yang dibangun CU adalah karakter manusia. Maka jika Francis Wahono menyebut ini adalah kebangkitan Majapahit ke dua, saya senang menyebutnya kelahiran Majapahit baru. □