by Wisnu Pamungkas
Adalah sabda yang terlepas dari sarangnya
Mencincang setiap orang,
Dari waktu ke waktu tanpa sedikit pun peduli
Aku sudah roboh, membelah menjadi semacam
Perumpamaan, menjadi lonte bagi hidup setiap orang
(aku menyerah, aku menyerah…!)
tapi kamu ternyata tidak pernah puas menyaksikan aku
mengelupas, menjadi lonte kembali sebanyak-banyaknya.
Seorang lelaki yang selalu merawat dadanya
Sendiri, berkelahi, lalu mati,
Hidup sekali lagi, lalu mati sekali lagi
Seorang lelaki entah dengan berapa luka
Mencekik cintanya sampai mati
Mengubur dirinya sendiri hampir setiap saat
Dari hari ke hari
Baning, 24 September 1997
Adalah sabda yang terlepas dari sarangnya
Mencincang setiap orang,
Dari waktu ke waktu tanpa sedikit pun peduli
Aku sudah roboh, membelah menjadi semacam
Perumpamaan, menjadi lonte bagi hidup setiap orang
(aku menyerah, aku menyerah…!)
tapi kamu ternyata tidak pernah puas menyaksikan aku
mengelupas, menjadi lonte kembali sebanyak-banyaknya.
Seorang lelaki yang selalu merawat dadanya
Sendiri, berkelahi, lalu mati,
Hidup sekali lagi, lalu mati sekali lagi
Seorang lelaki entah dengan berapa luka
Mencekik cintanya sampai mati
Mengubur dirinya sendiri hampir setiap saat
Dari hari ke hari
Baning, 24 September 1997