(Andai Santa Claus Lahir di Borneo)
by A.Alexander
”Ayah, ceritakanlah tentang natal.”
Anak saya Lindu memang sedang senang-senangnya bertanya. Apalagi sesuatu yang belum difahaminya. Maklum, namanya juga anak-anak.
”Natal itu apa papa?”
”Natal itu....”
Repot juga punya anak yang sering bertanya. Terpaksalah saya bercerita. Bla..bla..bla…
Tapi tentu saja sukar menjelaskan semuanya, apalagi dalam bahasa yang gampang dipahami anak-anak. Mereka cuma tahu natal sangat identik dengan lagu Malam Kudus, misa di gereja, Santa Claus dan pohon natal.
Saya sendiri kerap merasa sedih bila natal tiba. Terutama karena jarang sekali dapat berkumpul dengan ayah dan ibu di kampung halaman. Terutama ketika saya dan adik-adik telah dewasa, semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Akhirnya saya cuma bisa menulis, meluahkan perasaan terlunta-luta. Meski saya sadar natal bisa dirayakan dimana saja. Misalnya tahun lalu, sambil berkeliling kota saya menulis kalimat ini:
“Malam-malam telah hilang, orang-orang tak lagi mengenal nyanyian atau lampu terang, kandang natal telah lama dipugar menjadi mini market. aku jadi gelandangan, melengkung di kaki lima Betlehem, saat para gembala memukul tiang lisrtik 12 kali. Malaikat lupa memainkan harmonika, sial, aku telah menggigil menanti 3 orang Majus itu datang.”
Tahun sebelumnya juga sama. Bahkan saya masih menyimpan catatan harian saya, tentang natal tahun 2005.
”Tanpa sedikit pun mengerti damai natal, aku melarung dalam mendung, membawa air mata yang sudah kutahan sejak sejam yang lalu. Aku merasa akan mati hari ini. Aku telah gagal memahami cinta, sebagai milik Tuhan dan juga manusia. Tangan dan hatiku terlampau lemah untuk sekedar meraihnya dari meja Galaksi Bimasakti."
Saya merasa terkucil sekali malam itu, bahkan untuk sekadar mampir ke gereja pun tak dapat karena pekerjaan yang sedang mengkerangkeng.
Ohya, saya kira perasaan sentimentil beginilah yang juga barangkali membuat banyak orang ingin mudik, seperti saat rekan-rekan saya yang muslim sibuk mudik lebaran.
Tapi benarkan perayaan natal hanya itu? Sekadar sebuah peringatan hari besar agama?
Bagaimana sejarahnya? Sehingga bisa mempengaruhi orang seperti saya menjadi sentimentil atau gembira? Bahkan disambut seluruh umat kristiani di muka bumi.
Donny Anggoro yang menulis di http://www.icrp-online.org mengungkapkan bahwa mengirim kartu ucapan kepada sanak-saudara dan teman-teman menjadi populer sejak tahun 1800-an. Lagu-lagu Natal, yang disebut carol, dinyanyikan dan didengarkan. Pohon cemara yang akrab disebut ’Pohon Natal’ sebetulnya berasal dari tradisi Barat. Pohon ini dihiasi lampu-lampu dan lingkaran daun-daunan dari pohon empat musim.
Tak pasti tanggal berapa tepatnya hari lahir Kristus. Kebanyakan orang Kristen memperingatinya pada tanggal 25 Desember. Ada beberapa sumber yang menjelaskan asal muasal kenapa Natal diperingati pada 25 Desember. Catatan pertama peringatan hari Natal adalah tahun 336 Sesudah Masehi pada kalender Romawi kuno, yaitu pada tanggal 25 Desember. Perayaan ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh perayaan orang kafir (bukan Kristen) pada masa itu. Sebagai bagian dari perayaan tersebut, masyarakat menyiapkan makanan khusus, menghiasi rumah dengan daun-daunan hijau, menyanyi bersama dan tukar-menukar hadiah. Kebiasaan-kebiasaan itu lama-kelamaan menjadi bagian dari perayaan Natal. Pada akhir tahun 300-an Masehi agama Kristen menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi.
Literatur lain menulis, hari Natal ditetapkan jatuh pada tanggal 25 Desember pada abad ke 4 oleh kaisar Kristen pertama Romawi, Flavius Valerius Constantinus. Tanggal 25 Desember tersebut dipilih sebagai Natal karena bertepatan dengan kelahiran Dewa Matahari yang disembah bangsa Romawi. Sebelumnya orang-orang Kristen memperingati hari Natal pada tanggal 6 Januari. Tarikh ini masih dipakai sebagai hari Natal orang-orang Kristen di Eropa Timur. Selama masa Natal, mereka bertukar kado dan menghiasi rumah mereka dengan pohon Natal.
Hari Natal semakin tenar hingga masa Reformasi, suatu gerakan keagamaan abad 15. Gerakan ini melahirkan agama Protestan. Pada masa Reformasi, banyak orang Kristen yang mulai menyebut Hari Natal sebagai ’Hari Raya Kafir’ karena mengikutsertakan kebiasaan tanpa dasar keagamaan yang sah. Tahun 1600-an, karena adanya perasaan tidak enak itu, Natal dilarang di Inggris dan banyak koloni Inggris di Amerika. Tetapi masyarakat tetap meneruskan kebiasaan tukar-menukar kado dan tak lama kemudian kembali kepada kebiasaan semula.
Sejarah Natal
Dari sejumlah literatur yang dicomot sana sini, Kisah Natal dapat ditemukan di Injil Santo Lukas (Lukas, 2:1-21) dan Santo Matius (Matius(1:18-25) dalam Perjanjian Baru. Dalam Al-Qur'an—kitab sucinya umat Muslim—kelahiran Yesus atau Nabi Isa dikisahkan dalam Sura ke 19, Sura Maryam. Lukas menulis, seorang malaikat memunculkan diri kepada para gembala di luar kota Betlehem dan mengabari mereka tentang lahirnya Yesus. Matius juga menceritakan bagaimana nekadnya 3 orang bijak atau orang majus, mengikuti bintang terang yang menunjukkan kepada mereka di mana Yesus berada. Cerita kelahiran Yesus telah diturunkan berabad-abad. Berdasarkan Injil (Injil Matius dan Injil Lukas)—walau kedua Injil tersebut menekankan kejadian yang berbeda—tidak tercatat bagamiana masa kecil Yesus. Injil lain juga tak mencatat detail masa bocah Yesus. Ya, maklum saja, para penulis kitab tersebut pasti belum pernah ikut kelas narative reporting atau jurnalisme sastrawi Bill Covach, ’nabinya’ para wartawan itu.
Matius hanya mencatat silsilah dan kelahiran Yesus dari seorang perawan kemudian beralih ke kedatangan Tiga orang Majus yang kebelet ingin melihat Yesus yang baru dilahirkan. Ada dugaan ketiga orang majus tersebut adalah Arabia atau Persia. Setiba di Yerusalem mereka melaporkan kepada Raja Yudea, Herodes Agung, bahwa mereka telah melihat sebuah bintang yang sekarang disebut Bintang Betlehem, menyambut kelahiran seorang raja. Penelitian lebih lanjut memandu mereka ke Betlehem Yudea akhirnya terdampar di kandang domba. Mereka mempersembahkan emas, kemenyan dan mur kepada bayi Yesus. Ketika bermalam, ketiga orang majus itu mendapatkan mimpi yang berisi peringatan bahwa Raja Herodes berencana menghabisi anak-anak berumur di bawah dua tahun di Betlehem. Herodes kebakaran jenggot karena mengira bayi yan lahir itu kelak akan menjadi saingannya. Karena itu mereka memutuskan langsung pulang saja tanpa memberitahu Herodes kalau misi mereka sukses. Matius kemudian melaporkan keluarga Yesus dan keluarga kabur ke Mesir untuk menghindari pembunuhan itu. Setelah kematian Herodes, Yesus dan keluarga kembali dari Mesir. Tetapi untuk menghindari rasa benci dari raja Yudea baru (anak Herodes Arkhelaus) mereka pergi ke Galilea dan tinggal di Nazaret.
Sisi lain dari cerita kelahiran Yesus yang disampaikan kitab Injil adalah penyampaian berita itu oleh para malaikat kepada para gembala. Beberapa nyanyian Natal menyebutkan bahwa para gembala itu melihat sebuah bintang yang besar bersinar di atas kota Betlehem. Mereka mengikuti bintang itu hingga ke tempat kelahiran Yesus. Beberapa astronom dan sejarahwan telah berusaha menjelaskan gabungan sejumlah peristiwa angkasa yang dapat ditelusuri yang mungkin dapat menerangkan penampakan bintang raksasa yang tidak pernah dilihat sebelumnya itu, namun mereka tidak mencapai kesepakatan tentang hal ini.
Masa Adven
Untuk sejumlah kalangan Kristen, masa Xmas mulai pada hari Minggu yang paling dekat dengan tanggal 30 November. Hari ini adalah hari raya Santo Andreas, salah satu dari keduabelas rasul Kristus. Hari Minggu tersebut disebut hari pertama masa Adven, yaitu masa 4 minggu saat umat Kristiani mempersiapkan perayaan Natal. Kata adven berarti datang, dan mengacu pada kedatangan Yesus pada hari Natal. Untuk merayakan masa Adven, empat buah lilin, masing-masing melambangkan hari Minggu dalam masa Adven, diletakkan dalam suatu lingkaran daun-daunan. Pada hari Minggu pertama, keluarga menyalakan satu lilin dan bersatu dalam doa. Mereka mengulangi kegiatan ini setiap hari Minggu dalam masa Adven, dengan menambahkan satu lilin lagi setiap kalinya.
Sebuah lilin merah besar yang melambangkan Yesus, ditambahkan pada lingkaran daun-daunan itu pada Hari Natal. Untuk kebanyakan umat Kristiani, masa Adven memuncak pada Misa tengah malam atau peringatan keagamaan lain pada malam sebelum Natal (Malam Natal), tanggal 24 Desember. Gereja-gereja dihiasi dengan lilin, lampu, dan daun-daunan hijau dan bunga pointsettia. Kebanyakan gereja juga mengadakan perayaan pada hari Natal. Masa Natal berakhir pada hari Epifani, tanggal 6 Januari. Untuk gereja Kristen Barat, Epifani adalah datangnya para majus di hadirat bayi Yesus. Menurut umat Kristen Timur, hari tersebut adalah perayaan pembaptisan Kristus. Epifani jatuh 12 hari setelah hari Natal. Gereja-gereja mengadakan perayaan pada malam itu. Orang-orang memperhatikan gua Natal (replika dari kandang domba tempat Yesus lahir, dengan patung-patung Yesus, Maria, Yosef, gembala-gembala dan hewan-hewan) sambil menyanyikan lagu-lagu Natal.
Sinterklas
Ketika masih kecil dan belum mengerti apa-apa, janggut putih tokoh Sinterklas atau Santa Claus kerab membuat saya ngeri. Tapi di sekolah minggu saya baru tahu kalau kakek janggut ini ternyata tokoh penting di luar peringatan kelahiran Yesus. Dari beberapa buku yang saya baca, rupanya ini mengacu pada tradisi Amerika. Pada malam Natal, Sinterklas menaiki kereta salju penuh hadiah, ditarik delapan ekor rusa kutub. Dia terbang menembus awan mengantarkan hadiah-hadiah kepada anak-anak di seluruh dunia. Di banyak negara-negara Eropa dengan Santo Nikolas (populer disebut Santa Claus atau Sinterklas) sebagai lambang usaha saling memberi yang tentunya tepat dengan perayaan Natal sesungguhnya yaitu menunjukkan kemurahan hati kepada orang-orang yang kurang beruntung. Uang dikirimkan ke rumah sakit dan panti asuhan atau dibuat dana khusus untuk membantu fakir miskin. Peringatan Natal secara tradisi merupakan saat untuk menghentikan segala macam pertempuran dan pertikaian.
Tokoh ini berasal dari kisah lama tentang seorang Santo Kristiani bernama Nikolas dan dari dewa Norwegia yang bernama Odin. Para imigran membawa Bapa Natal atau Santo Nikolas ke Amerika Serikat. Namanya lambat laun berubah menjadi Santa Claus, dari nama Belanda untuk Bapa Natal abad ke-empat, Sinter Claas.
Ia diberi janggut putih, didandani dengan baju merah dan menjadikannya seorang tua yang riang dengan pipi yang merah dengan sinar di matanya. Santa Claus adalah tokoh mitos yang dikatakan tinggal di Kutub Utara, membuat mainan sepanjang tahun untuk dibagikan pada natal berikutnya.
Sambil menghibur diri semoga bisa pulang kampung pada natal tahun ini, lantas saya pun berimajinasi. Bagaimana ya jadinya jika tokoh mitos Santa Clausnya ini lahir di pulau Borneo? Masikah pakainnya mantel tebal dan berbulu? Atau malah mengenakan cawat dengan tubuh penuh tattoo bunga terung atau celingai, bertopi hiasan paruh burung kenyalang dan bulu ruai, menunggang kijang sambil membangi-bagi kado dalam takin (keranjang besar) atau cupai (keranjang kecil). Atau seperti ulah orang amerika yang mendandaninya dengan janggut putih dengan baju merah, maka boleh dong kita mendandaninya menurut tradisi Dayak.
Apa pun persepsi kita tentang natal, yang terpenting adalah esensi dan kandungan semangatnya yang membawa setiap manusia di planet ini untuk hidup lebih baik dari natal ke natal berikutnya. *
by A.Alexander
”Ayah, ceritakanlah tentang natal.”
Anak saya Lindu memang sedang senang-senangnya bertanya. Apalagi sesuatu yang belum difahaminya. Maklum, namanya juga anak-anak.
”Natal itu apa papa?”
”Natal itu....”
Repot juga punya anak yang sering bertanya. Terpaksalah saya bercerita. Bla..bla..bla…
Tapi tentu saja sukar menjelaskan semuanya, apalagi dalam bahasa yang gampang dipahami anak-anak. Mereka cuma tahu natal sangat identik dengan lagu Malam Kudus, misa di gereja, Santa Claus dan pohon natal.
Saya sendiri kerap merasa sedih bila natal tiba. Terutama karena jarang sekali dapat berkumpul dengan ayah dan ibu di kampung halaman. Terutama ketika saya dan adik-adik telah dewasa, semuanya sibuk dengan urusan masing-masing. Akhirnya saya cuma bisa menulis, meluahkan perasaan terlunta-luta. Meski saya sadar natal bisa dirayakan dimana saja. Misalnya tahun lalu, sambil berkeliling kota saya menulis kalimat ini:
“Malam-malam telah hilang, orang-orang tak lagi mengenal nyanyian atau lampu terang, kandang natal telah lama dipugar menjadi mini market. aku jadi gelandangan, melengkung di kaki lima Betlehem, saat para gembala memukul tiang lisrtik 12 kali. Malaikat lupa memainkan harmonika, sial, aku telah menggigil menanti 3 orang Majus itu datang.”
Tahun sebelumnya juga sama. Bahkan saya masih menyimpan catatan harian saya, tentang natal tahun 2005.
”Tanpa sedikit pun mengerti damai natal, aku melarung dalam mendung, membawa air mata yang sudah kutahan sejak sejam yang lalu. Aku merasa akan mati hari ini. Aku telah gagal memahami cinta, sebagai milik Tuhan dan juga manusia. Tangan dan hatiku terlampau lemah untuk sekedar meraihnya dari meja Galaksi Bimasakti."
Saya merasa terkucil sekali malam itu, bahkan untuk sekadar mampir ke gereja pun tak dapat karena pekerjaan yang sedang mengkerangkeng.
Ohya, saya kira perasaan sentimentil beginilah yang juga barangkali membuat banyak orang ingin mudik, seperti saat rekan-rekan saya yang muslim sibuk mudik lebaran.
Tapi benarkan perayaan natal hanya itu? Sekadar sebuah peringatan hari besar agama?
Bagaimana sejarahnya? Sehingga bisa mempengaruhi orang seperti saya menjadi sentimentil atau gembira? Bahkan disambut seluruh umat kristiani di muka bumi.
Donny Anggoro yang menulis di http://www.icrp-online.org mengungkapkan bahwa mengirim kartu ucapan kepada sanak-saudara dan teman-teman menjadi populer sejak tahun 1800-an. Lagu-lagu Natal, yang disebut carol, dinyanyikan dan didengarkan. Pohon cemara yang akrab disebut ’Pohon Natal’ sebetulnya berasal dari tradisi Barat. Pohon ini dihiasi lampu-lampu dan lingkaran daun-daunan dari pohon empat musim.
Tak pasti tanggal berapa tepatnya hari lahir Kristus. Kebanyakan orang Kristen memperingatinya pada tanggal 25 Desember. Ada beberapa sumber yang menjelaskan asal muasal kenapa Natal diperingati pada 25 Desember. Catatan pertama peringatan hari Natal adalah tahun 336 Sesudah Masehi pada kalender Romawi kuno, yaitu pada tanggal 25 Desember. Perayaan ini kemungkinan besar dipengaruhi oleh perayaan orang kafir (bukan Kristen) pada masa itu. Sebagai bagian dari perayaan tersebut, masyarakat menyiapkan makanan khusus, menghiasi rumah dengan daun-daunan hijau, menyanyi bersama dan tukar-menukar hadiah. Kebiasaan-kebiasaan itu lama-kelamaan menjadi bagian dari perayaan Natal. Pada akhir tahun 300-an Masehi agama Kristen menjadi agama resmi Kekaisaran Romawi.
Literatur lain menulis, hari Natal ditetapkan jatuh pada tanggal 25 Desember pada abad ke 4 oleh kaisar Kristen pertama Romawi, Flavius Valerius Constantinus. Tanggal 25 Desember tersebut dipilih sebagai Natal karena bertepatan dengan kelahiran Dewa Matahari yang disembah bangsa Romawi. Sebelumnya orang-orang Kristen memperingati hari Natal pada tanggal 6 Januari. Tarikh ini masih dipakai sebagai hari Natal orang-orang Kristen di Eropa Timur. Selama masa Natal, mereka bertukar kado dan menghiasi rumah mereka dengan pohon Natal.
Hari Natal semakin tenar hingga masa Reformasi, suatu gerakan keagamaan abad 15. Gerakan ini melahirkan agama Protestan. Pada masa Reformasi, banyak orang Kristen yang mulai menyebut Hari Natal sebagai ’Hari Raya Kafir’ karena mengikutsertakan kebiasaan tanpa dasar keagamaan yang sah. Tahun 1600-an, karena adanya perasaan tidak enak itu, Natal dilarang di Inggris dan banyak koloni Inggris di Amerika. Tetapi masyarakat tetap meneruskan kebiasaan tukar-menukar kado dan tak lama kemudian kembali kepada kebiasaan semula.
Sejarah Natal
Dari sejumlah literatur yang dicomot sana sini, Kisah Natal dapat ditemukan di Injil Santo Lukas (Lukas, 2:1-21) dan Santo Matius (Matius(1:18-25) dalam Perjanjian Baru. Dalam Al-Qur'an—kitab sucinya umat Muslim—kelahiran Yesus atau Nabi Isa dikisahkan dalam Sura ke 19, Sura Maryam. Lukas menulis, seorang malaikat memunculkan diri kepada para gembala di luar kota Betlehem dan mengabari mereka tentang lahirnya Yesus. Matius juga menceritakan bagaimana nekadnya 3 orang bijak atau orang majus, mengikuti bintang terang yang menunjukkan kepada mereka di mana Yesus berada. Cerita kelahiran Yesus telah diturunkan berabad-abad. Berdasarkan Injil (Injil Matius dan Injil Lukas)—walau kedua Injil tersebut menekankan kejadian yang berbeda—tidak tercatat bagamiana masa kecil Yesus. Injil lain juga tak mencatat detail masa bocah Yesus. Ya, maklum saja, para penulis kitab tersebut pasti belum pernah ikut kelas narative reporting atau jurnalisme sastrawi Bill Covach, ’nabinya’ para wartawan itu.
Matius hanya mencatat silsilah dan kelahiran Yesus dari seorang perawan kemudian beralih ke kedatangan Tiga orang Majus yang kebelet ingin melihat Yesus yang baru dilahirkan. Ada dugaan ketiga orang majus tersebut adalah Arabia atau Persia. Setiba di Yerusalem mereka melaporkan kepada Raja Yudea, Herodes Agung, bahwa mereka telah melihat sebuah bintang yang sekarang disebut Bintang Betlehem, menyambut kelahiran seorang raja. Penelitian lebih lanjut memandu mereka ke Betlehem Yudea akhirnya terdampar di kandang domba. Mereka mempersembahkan emas, kemenyan dan mur kepada bayi Yesus. Ketika bermalam, ketiga orang majus itu mendapatkan mimpi yang berisi peringatan bahwa Raja Herodes berencana menghabisi anak-anak berumur di bawah dua tahun di Betlehem. Herodes kebakaran jenggot karena mengira bayi yan lahir itu kelak akan menjadi saingannya. Karena itu mereka memutuskan langsung pulang saja tanpa memberitahu Herodes kalau misi mereka sukses. Matius kemudian melaporkan keluarga Yesus dan keluarga kabur ke Mesir untuk menghindari pembunuhan itu. Setelah kematian Herodes, Yesus dan keluarga kembali dari Mesir. Tetapi untuk menghindari rasa benci dari raja Yudea baru (anak Herodes Arkhelaus) mereka pergi ke Galilea dan tinggal di Nazaret.
Sisi lain dari cerita kelahiran Yesus yang disampaikan kitab Injil adalah penyampaian berita itu oleh para malaikat kepada para gembala. Beberapa nyanyian Natal menyebutkan bahwa para gembala itu melihat sebuah bintang yang besar bersinar di atas kota Betlehem. Mereka mengikuti bintang itu hingga ke tempat kelahiran Yesus. Beberapa astronom dan sejarahwan telah berusaha menjelaskan gabungan sejumlah peristiwa angkasa yang dapat ditelusuri yang mungkin dapat menerangkan penampakan bintang raksasa yang tidak pernah dilihat sebelumnya itu, namun mereka tidak mencapai kesepakatan tentang hal ini.
Masa Adven
Untuk sejumlah kalangan Kristen, masa Xmas mulai pada hari Minggu yang paling dekat dengan tanggal 30 November. Hari ini adalah hari raya Santo Andreas, salah satu dari keduabelas rasul Kristus. Hari Minggu tersebut disebut hari pertama masa Adven, yaitu masa 4 minggu saat umat Kristiani mempersiapkan perayaan Natal. Kata adven berarti datang, dan mengacu pada kedatangan Yesus pada hari Natal. Untuk merayakan masa Adven, empat buah lilin, masing-masing melambangkan hari Minggu dalam masa Adven, diletakkan dalam suatu lingkaran daun-daunan. Pada hari Minggu pertama, keluarga menyalakan satu lilin dan bersatu dalam doa. Mereka mengulangi kegiatan ini setiap hari Minggu dalam masa Adven, dengan menambahkan satu lilin lagi setiap kalinya.
Sebuah lilin merah besar yang melambangkan Yesus, ditambahkan pada lingkaran daun-daunan itu pada Hari Natal. Untuk kebanyakan umat Kristiani, masa Adven memuncak pada Misa tengah malam atau peringatan keagamaan lain pada malam sebelum Natal (Malam Natal), tanggal 24 Desember. Gereja-gereja dihiasi dengan lilin, lampu, dan daun-daunan hijau dan bunga pointsettia. Kebanyakan gereja juga mengadakan perayaan pada hari Natal. Masa Natal berakhir pada hari Epifani, tanggal 6 Januari. Untuk gereja Kristen Barat, Epifani adalah datangnya para majus di hadirat bayi Yesus. Menurut umat Kristen Timur, hari tersebut adalah perayaan pembaptisan Kristus. Epifani jatuh 12 hari setelah hari Natal. Gereja-gereja mengadakan perayaan pada malam itu. Orang-orang memperhatikan gua Natal (replika dari kandang domba tempat Yesus lahir, dengan patung-patung Yesus, Maria, Yosef, gembala-gembala dan hewan-hewan) sambil menyanyikan lagu-lagu Natal.
Sinterklas
Ketika masih kecil dan belum mengerti apa-apa, janggut putih tokoh Sinterklas atau Santa Claus kerab membuat saya ngeri. Tapi di sekolah minggu saya baru tahu kalau kakek janggut ini ternyata tokoh penting di luar peringatan kelahiran Yesus. Dari beberapa buku yang saya baca, rupanya ini mengacu pada tradisi Amerika. Pada malam Natal, Sinterklas menaiki kereta salju penuh hadiah, ditarik delapan ekor rusa kutub. Dia terbang menembus awan mengantarkan hadiah-hadiah kepada anak-anak di seluruh dunia. Di banyak negara-negara Eropa dengan Santo Nikolas (populer disebut Santa Claus atau Sinterklas) sebagai lambang usaha saling memberi yang tentunya tepat dengan perayaan Natal sesungguhnya yaitu menunjukkan kemurahan hati kepada orang-orang yang kurang beruntung. Uang dikirimkan ke rumah sakit dan panti asuhan atau dibuat dana khusus untuk membantu fakir miskin. Peringatan Natal secara tradisi merupakan saat untuk menghentikan segala macam pertempuran dan pertikaian.
Tokoh ini berasal dari kisah lama tentang seorang Santo Kristiani bernama Nikolas dan dari dewa Norwegia yang bernama Odin. Para imigran membawa Bapa Natal atau Santo Nikolas ke Amerika Serikat. Namanya lambat laun berubah menjadi Santa Claus, dari nama Belanda untuk Bapa Natal abad ke-empat, Sinter Claas.
Ia diberi janggut putih, didandani dengan baju merah dan menjadikannya seorang tua yang riang dengan pipi yang merah dengan sinar di matanya. Santa Claus adalah tokoh mitos yang dikatakan tinggal di Kutub Utara, membuat mainan sepanjang tahun untuk dibagikan pada natal berikutnya.
Sambil menghibur diri semoga bisa pulang kampung pada natal tahun ini, lantas saya pun berimajinasi. Bagaimana ya jadinya jika tokoh mitos Santa Clausnya ini lahir di pulau Borneo? Masikah pakainnya mantel tebal dan berbulu? Atau malah mengenakan cawat dengan tubuh penuh tattoo bunga terung atau celingai, bertopi hiasan paruh burung kenyalang dan bulu ruai, menunggang kijang sambil membangi-bagi kado dalam takin (keranjang besar) atau cupai (keranjang kecil). Atau seperti ulah orang amerika yang mendandaninya dengan janggut putih dengan baju merah, maka boleh dong kita mendandaninya menurut tradisi Dayak.
Apa pun persepsi kita tentang natal, yang terpenting adalah esensi dan kandungan semangatnya yang membawa setiap manusia di planet ini untuk hidup lebih baik dari natal ke natal berikutnya. *