by Wisnu Pamungkas
Tapi hari ini jantungnya masih berdetak. Bahkan dokter sudah memasang alat canggih ditubuhnya untuk membantu pernafasan sang tokoh. Tapi warga kota kecewa, media di kota bebek hanya bolak-balik menulis soal kesehatan sang paman.
Tapi sudah hampir 3 pekan, warga kota bebek membuka koran, menanti di depan tv dengan perasaan berdebar-debar. Tapi Paman Gober belum juga mangkat.
Seorang pembaca situs Mediacare mengirimkan komentar.
”Sebuah Metaphora yang sangat tepat-akurat dan EDAN TENAN!”
Di hari lain seorang pembaca mengirimkan tulisan Prof. Dr. W.F. Wertheim Sejarah Tahun 1965 yang Tersembunyi.
”Untuk ’mengenang jasa’ Paman Gober,” tulisnya.
Sang Presiden BBM, Si Butet Yogya, lebih seru lagi ceritanya. Dia tampil membacakan
cerita pendek (cerpen) Menanti Kematian Paman Gober karya Seno Gumira Ajidarma tahun 1994 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (9/1) malam.
Harian kompas mengabarkan kalau aksi Butet mendapat sambutan yang tak kalah dengan pementasan monolog Putu Wijaya pada penyerahan Federasi Teater Indonesia (FTI) Award 2007 lalu di Teater Studio.
Butet memulai dengan dialog,” Kematian Paman Gober ditunggu-tunggu semua bebek. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain menunggu-nunggu saat itu. Setiap kali penduduk Kota Bebek membuka koran, yang mereka ingin ketahui hanya satu hal:
apakah hari ini Paman Gober sudah mati. Paman Gober memang terlalu
kuat, terlalu licin, dan bertambah kaya setiap hari. Gudang-gudang
uangnya berderet dan semuanya penuh. Setiap hari Paman Gober mandi
uang di sana, segera setelah menghitung jumlah terakhir kekayaannya,
yang tak pernah berhenti bertambah," kata Butet.
Ratusan pengunjung yang terdiri dari berbagai kalangan, seperti Sutrisno Bachir yang wakil rakyat, Fasli Jalal yang Dirjen Dikti, dan seniman/budayawan Garin Nugroho, Rendra, Mudji Sutrisno, Tommy F Awuy, Didi Petet, Jajang C Noer, Leon Agusta, serta banyak nama terkenal lainnya, bagai tak sabar menunggu lanjutan cerita Paman Gober yang dibawakan Butet. Namun, pada umumnya, pengunjung sudah bisa menduga-duga siapa Paman Gober dan jalan cerita pendek yang ditulis Seno Gumira Ajidarma itu.
Konon Butet adalah seniman paling "rasional", tapi membawakan cerpen Seno dengan cukup menghibur dan kocak. Soal meniru suara orang Buet ahlinya, begitu juga ketikia dia meniru suara dan intonasi serta warna suara tokoh yang mirip dengan cerita imajinasi itu. Tentu saja penonton dibuat tertawa ngakak.
Butet mengaku saya membaca milis Forum Pembaca Kompas yang mengutipkan
cerpen Seno lantas minta izin Seno membacakannya.
Hampir semua orang mengenal tokoh Paman Gober, apalagi para pencinta komik Donal Bebek. Jika dulu mungkin seno menulisnya untuk sebuah metafora yang disamarkan, belakangan orang langsung bisa menafsirkan dengan bebas siapa si Paman Gober dalam cerita itu. Seno sendiri mungkin tak pernah berfikir ceritanya akan seheboh ini, ketika menulisnya tahun 1994 lalu. Karena Seno tentu bukan peramal yang bakal tahu kejadiannya akan begini. Tapi kini naskah cerpennya itu tengah dibentangkan dan berlangsung hari ini.(publish in borneo Tribune, 20 Januari 2008)
Tapi hari ini jantungnya masih berdetak. Bahkan dokter sudah memasang alat canggih ditubuhnya untuk membantu pernafasan sang tokoh. Tapi warga kota kecewa, media di kota bebek hanya bolak-balik menulis soal kesehatan sang paman.
Tapi sudah hampir 3 pekan, warga kota bebek membuka koran, menanti di depan tv dengan perasaan berdebar-debar. Tapi Paman Gober belum juga mangkat.
Seorang pembaca situs Mediacare mengirimkan komentar.
”Sebuah Metaphora yang sangat tepat-akurat dan EDAN TENAN!”
Di hari lain seorang pembaca mengirimkan tulisan Prof. Dr. W.F. Wertheim Sejarah Tahun 1965 yang Tersembunyi.
”Untuk ’mengenang jasa’ Paman Gober,” tulisnya.
Sang Presiden BBM, Si Butet Yogya, lebih seru lagi ceritanya. Dia tampil membacakan
cerita pendek (cerpen) Menanti Kematian Paman Gober karya Seno Gumira Ajidarma tahun 1994 di Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Rabu (9/1) malam.
Harian kompas mengabarkan kalau aksi Butet mendapat sambutan yang tak kalah dengan pementasan monolog Putu Wijaya pada penyerahan Federasi Teater Indonesia (FTI) Award 2007 lalu di Teater Studio.
Butet memulai dengan dialog,” Kematian Paman Gober ditunggu-tunggu semua bebek. Tidak ada lagi yang bisa dilakukan selain menunggu-nunggu saat itu. Setiap kali penduduk Kota Bebek membuka koran, yang mereka ingin ketahui hanya satu hal:
apakah hari ini Paman Gober sudah mati. Paman Gober memang terlalu
kuat, terlalu licin, dan bertambah kaya setiap hari. Gudang-gudang
uangnya berderet dan semuanya penuh. Setiap hari Paman Gober mandi
uang di sana, segera setelah menghitung jumlah terakhir kekayaannya,
yang tak pernah berhenti bertambah," kata Butet.
Ratusan pengunjung yang terdiri dari berbagai kalangan, seperti Sutrisno Bachir yang wakil rakyat, Fasli Jalal yang Dirjen Dikti, dan seniman/budayawan Garin Nugroho, Rendra, Mudji Sutrisno, Tommy F Awuy, Didi Petet, Jajang C Noer, Leon Agusta, serta banyak nama terkenal lainnya, bagai tak sabar menunggu lanjutan cerita Paman Gober yang dibawakan Butet. Namun, pada umumnya, pengunjung sudah bisa menduga-duga siapa Paman Gober dan jalan cerita pendek yang ditulis Seno Gumira Ajidarma itu.
Konon Butet adalah seniman paling "rasional", tapi membawakan cerpen Seno dengan cukup menghibur dan kocak. Soal meniru suara orang Buet ahlinya, begitu juga ketikia dia meniru suara dan intonasi serta warna suara tokoh yang mirip dengan cerita imajinasi itu. Tentu saja penonton dibuat tertawa ngakak.
Butet mengaku saya membaca milis Forum Pembaca Kompas yang mengutipkan
cerpen Seno lantas minta izin Seno membacakannya.
Hampir semua orang mengenal tokoh Paman Gober, apalagi para pencinta komik Donal Bebek. Jika dulu mungkin seno menulisnya untuk sebuah metafora yang disamarkan, belakangan orang langsung bisa menafsirkan dengan bebas siapa si Paman Gober dalam cerita itu. Seno sendiri mungkin tak pernah berfikir ceritanya akan seheboh ini, ketika menulisnya tahun 1994 lalu. Karena Seno tentu bukan peramal yang bakal tahu kejadiannya akan begini. Tapi kini naskah cerpennya itu tengah dibentangkan dan berlangsung hari ini.(publish in borneo Tribune, 20 Januari 2008)