Ibu, aku hanya seorang pelarian. Seorang clandestine yang tentu saja tidak mungkin bisa membahagiakan semua orang. Pasti akan ada yang menjadi korban karena keputusanku ini, paling tidak diriku sendiri.
Ibu adalah teladanku. Ibu rela mengorbankan diri sendiri untuk anakmu, mengapa pula aku tidak bisa melakukannya untuk kebahagiaan orang yang paling kita sayang? Ibu benar, cinta tak harus bersama, karena cinta lebih besar dari sekadar keinginan manusia.
Cinta bahkan lebih besar dari yang dapat diucapkan dan dirasakan manusia, bahkan cinta lebih besar dari semesta. Oleh sebab itulah ibu, ketika aku tak dapat meraihnya, aku harus merelakan untuk satu-satunya anakmu.
Cinta bahkan lebih besar dari yang dapat diucapkan dan dirasakan manusia, bahkan cinta lebih besar dari semesta. Oleh sebab itulah ibu, ketika aku tak dapat meraihnya, aku harus merelakan untuk satu-satunya anakmu.
Aku cuma seorang clandestine, ibu. Orang yang terbuang dan terlarang untuk negara, bahkan untuk cinta yang paling kuinginkan itu: bersama putrimu.
Aku harus pergi ibu, membawa luka ini sejauh yang aku mampu. Aku harus pergi, untuk menyempurnakan cinta dan memberi ruang untuk kebahagian dia. Takdirku bukan bersamanya, tetapi menjadi kunang-kunang, menjadi telaga air mata, dan senja.