Hati Pahlawan itu terluka.
Sebuah panah menancap telak di dada kirinya sebelum ia sempat mengelak. Laskar cinta menawannya, merusak separoh dari jantungnya hingga hampir saja ia menyerah dan menghujat Tuhan.
Tapi ia menggit lidahnya hingga hampir putus supaya itu tidak ia lakukan. Ia menahan ngilu-rindu yang mengiris seluruh perasaannya. Ia pejamkan mata dan membayangkan surga untuk mengobat rasa sakit, tetapi laskar cinta itu menyesahnya dengan cambuk yang di setiap ujungnya diberi pengait. Siksa yang dijalaninya melebihi rasa sakit bekas tusukan sebuah bayonet.
Sebuah panah menancap telak di dada kirinya sebelum ia sempat mengelak. Laskar cinta menawannya, merusak separoh dari jantungnya hingga hampir saja ia menyerah dan menghujat Tuhan.
Tapi ia menggit lidahnya hingga hampir putus supaya itu tidak ia lakukan. Ia menahan ngilu-rindu yang mengiris seluruh perasaannya. Ia pejamkan mata dan membayangkan surga untuk mengobat rasa sakit, tetapi laskar cinta itu menyesahnya dengan cambuk yang di setiap ujungnya diberi pengait. Siksa yang dijalaninya melebihi rasa sakit bekas tusukan sebuah bayonet.
Nun di masa lalu, ayah pernah menangkap seorang malaikat. Mencabuti semua bulu sayapnya dan mengikatnya di tiang gawang lapangan sepak bola. Ketika hujan turun dan banjir datang seluruh tubuhnya tercuci oleh air hingga bugil. Ia telah menjadi sosok manusia biasa sebelum langit menangkapnya kembali dan menjadikannya seekor burung. Orang-orang di kota itu kemudian mengisahkannya sebagai sebuah legenda hingga sekarang.
Hujan Panas, Sanggau, 3 Desember 2004