By Alexander Mering
Pagi-pagi ibuku menelpon dari Kampung.
"Nak, apa yang kamu lakukan, hingga sampai masuk
TV?"
Aku tercekat. Mengapa suara ibu terdengar berbeda? Sangat
hati-hati dengan nada berat. Aku belum ngeh, karena masih mengantuk dan baru
saja turun dari tempat tidur.
Sambil mengumpulkan nyawa, aku mengingat-ingat berbagai
peristiwa beberapa hari belakangan. Syukurlah ricik dari Aquaponic di samping
rumah membuat aku lebih cepat siuman.
Ternyata sebuah tayangan di TV, terkait ikut terselipnya
namaku diantara 35 Calon Pemenang Liputan 6 Awards, SCTV 2015.
Hmm, mungkin karena ibu lebih sering melihat berita
negatif dan para koruptor nongol di TV ketimbang kabar baik. Aku mengatakan
kepadanya bahwa yang dia dengar adalah sebuah berita gembira.
Setelah memberikan penjelasan, bla..bla..bla, barulah ibu
faham. Ternyara dia baru dengar gosip para tetangga tentang anaknya yang muncul
di TV. Oalah...
"Stukurlah nak...," katanya bangga. Ibu lantas
menanyakan kabar cucu-cunya, yaitu kedua anakku. Seperti biasa, dia menutup
perbincangan dengan nasihat agar aku sabar, bersyukur dan selalu berdoa.
Setelah menutup telepon aku masih membayangkan senyum
ibu. Pasti beliau semakin nampak tua, karena pernah kena stroke ringan hingga
agak sukar berjalan sempurna. Syukurlah ayah masih sehat untuk menjaganya.
Sebagai anak tertua yang masih hidup telentang-duduk di kota, aku jarang pulang
menemuinya. Bahkan rasanya aku hampir-hampir tak pernah membuatnya bangga,
alih-alih membahagiakannya seperti kisah-kisah di senetron Indonesia, walau
tentu saja sebagai anak aku ingin sekali berbakti dan menjaganya.
Aku tercenung sejenak di ruang keluarga,
menimbang-nimbang dengan gamang: benarkah aku layak menjadi kandidat penerima
Award dari sebuah stasiun TV yang cukup senior di Indonesia?
Setelah hampir setahun belakangan aku berkeliling
kampung, bahkan sampai ke pelosok-pelosok paling pedalaman Indonesia, ada
banyak champion of life yang kutemui di sana. Ada cerita yang tak kalah
heroiknya dari novel Laskar Pelangi, Andrea Hirata. Ada banyak inspirator lokal
dan pahlawan-pahlawan kehidupan yang berjuang tanpa lelah melawan ketidakadilan
pembangunan di komunitas dan di desanya. Ada seorang fasilitator NGO yang rela
tak mandi berhari-hari, bertungkus-lumus karena tugas si desa yang gersang dan
berbahaya, ada anak muda pengasah batu akik dan menyumbangkan separuh
penghasilannya kepada gerakan remaja masjid dan Karang Taruna, ada anak kecil
yang bersumpah akan membangun kantor desa lebih megah dari kantor tempat ia
diusir, karena kaki penuh lumpur tanah (sekarang dia menjasj salah satu Kepala
Desa teladan di Banten). Tapi itu cerita-cerita belum pernah tersentuh media.
Sekali lagi, ada banyak pahlawan yang layak berada di daftar nama kandidat
penerima award tersebut, dan aku bukanlah siapa-siapa dibandingkan mereka.
Pekerjaanku saja belum selesai, jika mengutip puisi
Chairil Anwar, "belum berarti apa-apa". Dulu aku mendirikan Tribune
Institute bersama beberapa sahabat, termasuk H. Nur Iskandar karena ingin
banyak orang muda di Kalimantan Barat pandai menulis dan menggunakan informasi
dengan bijaksana. Kami percaya informasi yang bermutu bisa membantu hidup
masyarakat Kalimantan Barat menjadi lebih baik. Tahun 2011 akhir aku membangun
komunitas Mata Enggang bersama sahabat-sahabatku lainnya, yaitu Budi Miank,
Endi Djenggoet, Bas Andreas G, karena tak ingin mimpi lama kandas begitu saja.
Kami memulai kerja-kerja sederhana jurnalisme struktural di kampung-kampung,
karena tak ingin masyarakatnya cepat kolaps hanya karena kekurangan gizi
informasi.
Karena, sama seperti trauma ibuku yang hampir tiap hari
menyaksikan peristiwa negatif di media-- sampai-sampai kita lupa bahwa masih
banyak hal baik yang terjadi di kita punya negara--persis kakek-kakek yang
berjalan sempoyongan karena habis dihajar berbagai macam jenis penyakit.
Nah, penyelenggaraan award oleh salah satu TV swasta ini,
mungkin adalah salah satu contoh yang positif. Yang juga mengingatkanku pada
tulisan di T-Shirt seorang rekan: Inilah Negeri Paling Bodoh yang aku Bela.
Tapi baiklah, ini
adalah bagian dari kerja dan pengabdian yang belum selesai, biarlah semesta
yang mengaturnya dengan Ridho Tuhan tentu saja. Tapi bagi saya, award terindah dalam hidup adalah kasih
ibu yang sepanjang hidupnya berdoa dan bekerja untuk anak-anaknya agar tetap menjadi orang baik. “Selamat
hari ibu...”.
Berikut adalah daftar calon kandidat penerima Liputan 6
Award, SCTV:
http://m.liputan6.com/…/daftar-lengkap-calon-pemenang-liput…