4 Cara Mencapai Bahagia Tiga Sahabat

Alexander Mering, Tiga Cara Bahagia
Alexander Mering minum tuak dalam sebuah upacara penyambutan oleh warga di sebuah Desa di Ketapang. Photo by Erik S
By Nur Iskandar

Sambil menunggu bagian pracetak menata wajah halaman satu saya suka iseng bertanya. Pertanyaan kepada redaktur Asriyadi Alexander Mering. "Apa rumus kebahagiaan menurut kamu Lex?

Sarjana Hukum yang humoris berambut panjang sebahu ini santai menjawab. "Menemukan jalan pulang!" Alasan redaktur rubrik kriminalitas ini simpel. 

Dia mencontohkan kala kita tersesat jalan, lantas menemukan jalan pulang, duhai bahagianyakah smile emoticon Kata Alex--sapaannya ketika bekerja di Harian Equator Jl Nusa Indah--hal tersebut berlaku untuk segala suasana. Misalnya kita sedang menghadapi masalah paling berat, kemudian menemukan jalan keluar (way-out)...so pasti happy tak ketulungan. 

Pertanyaan yang sama saya tujukan kepada layouter Fachmi Ichwan. Sarjana Kehutanan yang 'demen' dengan perwajahan media cetak ini juga menjawab ringkas. "Seddddanglah!" Maaf--huruf de-nya tebal--saking pentingnya kata sedang tersebut. Maksud sepupu Prof Dr Uray Husna Asmara, M.Pd ini adalah kondisi di mana ketika kita lapar, eit ada yang nraktir makan---sebab jawaban Fahmi juga 'pukul anak nyinggung menantu'---yakni minta ditraktir makan oleh Pak Bos yang juga Pemimpin Redaksi kami di harian Equator Bang Djunaini KS. Pak Bos kalau tengah malam memang suka meneraktir kita makan nasi Melda. Dan kerap kali tokcer kalau Fahmi sedikit keras menjawab,"Sedddanglah...."
Kalau saya di tengah malam bertanya lagi soal rumus kebahagiaan keesokan harinya, maka Fahmi menjawab dengan double gardan huruf de-nya. "Sedddddanglah Bang!" Dan Pak Bos lagi-lagi keluar ruangannya, kemudian bertanya, "Lapar? Lapar? Coba hitung ada berapa orang, kita pesan Melda." Cihuyyyy. Bahagia di depan mata smile emoticon 

Tokcer sekali rumus kebahagiaan menurut Fahmi yakni yang sedang-sedang saja. Tidak kaya, tidak pula miskin. Tidak berlebihan, namun tidak juga kekurangan. Saya pikir jawaban ini masuk akal!
Kemudian saya lihat di dekat saya ada Tanto Yakobus. Dia alumni Fisipol Untan yang memegang rubrik Lintas Daerah. "Apa rumus kebahagiaan versi Bang Tanto?" Pencinta ilmu politik ini pun singkat menjawab. "Kalau aku merasa bahagia ketika punya Avanza!" Saya mengernyit sejenak. "Kok Avanza?" Lantas putra daerah Sekadau berdarah Dayak tulen ini menjelaskan bahwa ia kini amat sedih kala mengantar Ecang--putranya--dan juga Vivi--putrinya--kala musim hujan. Mereka basah kedinginan walaupun sudah pakai jas hujan, tetap masih kecipratan air.

 "Saya kasihan. Rasanya bahagia sekali kalau bisa punya Avanza dan mengantar mereka sekolah dengan suasana nyaman."

Demi mendengar alasan Tanto seperti itu ributlah seisi ruangan di mana masih ada Kabag Pracetak Fakun--Ukan Dinata dan Udin Labu. Kata mereka, "Wuiiih parah Tanto....Mobil Avanza sasarannya untuk bahagia." Namun Tanto tak patah arang. Jawabannya, "Biarlah. Ndak mengapa...." Tanto tipikal suami yang kebapakan....sayang anak.

Lantas mereka juga balik bertanya kepada saya. "Kalau Pak Mude? Ape rumos kebahagiaan versi Pak Mude?" Saya seraya senyum mengutip Quran Surah Asy Syams yang kerap dibaca ketika shalat duha. Di dalam surah tersebut ada pernyataan, "Berbahagialah orang yang selalu membersihkan hatinya. Remuk redamlah orang yang mengotori hatinya." Nah, itu jawaban saya. Pun mereka tak lagi bisa menyanggah. Ibarat main catur, skak - mad. Mana mungkin mereka komplain. Sebab kalau jawaban saya mau dikomplain, saya 87-kan kepada Tuhan smile emoticon


Trus, mereka mungkin juga merasa "seram". Pikir meraka, "Balak gak Pak Mude ni. Maen bantai ayat nak njawab rumos bahagia." 

Kawans, itu sekelumit kisah kami ketika bekerja di Harian Equator sekira tahun 2005. Kisah 10 tahun silam. Namun menariknya adalah, bahwa saat ini Tanto telah menjadi Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPRD Provinsi Kalbar dan dia sudah bahagia karena mengendarai Avanza smile emoticon


Lalu Asriyadi Alexander Mering. Dia memang dulu redaktur, tapi kini sudah bergelimang penghargaan karena mengembangkan jurnalisme kampung via border blogger. Ia dikontrak USAID/Kemitraan dan berkantor di Jakarta. Strategis sekali jurus yang dikembangkan Alexander Mering sehingga aquaponik yang dipraktikkan merembet ke tambak ikan lele sampai perbanyakan tanaman karet ratusan atau bahkan ribuan hektar. Itu semua digerakkannya melalui mata pena plus internet! Dia bahkan masuk nominasi SCTV Award dan dapat penghargaan pemuda pelopor dari Presiden RI kala dijabat Susilo Bambang Yudhoyono (2014) lantaran "menemukan jalan pulang". Agaknya Alexander Mering amat sangat berbahagia, karena telah menemukan jalan pulang. Badannya saja tambah gemuk. Bajunya berkelas! Wajahnya tambah cakep pula--sehingga tentu buat repot Lindu dan Iram--kedua anaknya--demi mengamankan papanya, he he he...

Lantas bagaimana dengan Fahmi? Saya lebaran kemarin bertandang ke rumahnya di Jalan Kesehatan tak jauh dari Purnama tempat kediaman saya. Rumah yang mungil nan asri, ada taman yang hijau dengan rumput gajah serta cukup buatnya bermain bola bersama dua putranya--Fatin dan Abdan. Suasana interior rumahnya ditata laksana wajah koran. Dilay-out dengan sungguh-sungguh sehingga sedap dipandang mata antara furnitur jati dengan bar yang membatasi dapur. Fahmi tidak kaya, namun tidak juga miskin. ia membangun rumah dengan kekuatan tukang sendiri plus keluarga dan mahasiswa binaannya menata wajah penerbitan IAIN--tempatnya kini bekerja--Ia pasti sudah bahagia smile emoticon Hidup dijalaninya dengan apa-adanya. Tidak ngotot, tapi juga tidak santai. Seddddanglah smile emoticon


Lalu saya? Saya memang sejak lahir "ditakdirkan" selalu merasa bahagia "in all condition". Sebab rumus kebahagiaan saya murah-meriah dan bisa dibawa kemana-mana. Yakni ketika berpikir dan berzikir serta ikhtiar selalu merasa lapang dan luas serta terang benderang karena trus berusaha membersihkan hati dengan istighfar. Kalau secara manusiawi ada kesalahan, cepat-cepat disapu dan digelontor dengan istighfar....Astaga smile emoticon

Nah, ketika lebaran kemarin ada yang bilang begini kepada saya, "Saya lihat Anda bahagia sekali, kenapa?" Saya katakan, "Ya saya bahagia karena kawan-kawan saya bahagia...." Mungkin begitupula kalau saya melihat kawan-kawan saya menderita. Saya juga turut merasa tersiksa, bagaimana bisa menolongnya? 

Dikutip dari tulisan Facebook Nur Iskandar

Copyright © Alexander Mering
Next Post Previous Post