Rumah Panjai Iban by Mering |
by Wisnu Pamungkas
Besok
sudah 17 Agustus lagi, waktu yang sama
Ketika
anak-anak pergi, saat ayah masih dalam
seragam gerilianya,
menyelinap
ke kamar untuk menghapus air mata,
perasaan
luka ayah lebih sakit dari bekas tusukan bayonet
dahulu
ibulah yang membujuk ayah memakan itu buah
Sesungguhnya
siapa yang berkhianat setelah 70 tahun bersama?
bahkan
rupiah berkali-kali pingsan di lantai bursa,
sedangkan
ibu sama sekali tak merasa bersalah
Besok
sudah 17 Agsustus lagi, umbul-umbul sudah dipasang
pasti
ada lomba tarik tambang lagi seperti tahun yang sudah
makan
kerupuk dan panjat pinang sebagai tanda cinta
hubungan
mereka yang dipelajari anak-anak di bangku sekolah
Mengapa
tega kau membohongi anak-anak kita,
menipu
anak menantu dan orang-orang kampung
yang
memujamu dengan seloka dan bendera
dan
mengapa kau buli ayah dengan janji dan birahi
sementara
kau tuang juga racun ke air sungai,
merompak
tanah dan hutan warisan,
membakar
lumbung dan tempat-tempat keramat
Mengapa
kau tega khianati mereka yang mencintaimu sangat,
Atau
adakah demikian warisan adat Majapahit dan kerajaan Demak?
Mengajarkanmu
menjadi istri yang tamak
Apa
ada hutang masa lalu nenek moyang ayah?
sehingga
kau perlakukan mereka sebagai orang buangan
disebut
pembangkang karena tak memegang sertifikat
tanah
Besok
sudah 17 Agustus lagi, malu kami jika
kau tak berubah
Hanya
karena kau lebih percaya politisi dari pada petani
Setelah
70 tahun, seharusnya semakin tua kau makin arif dan bijak
Besok
sudah 17 Agustus lagi, kuingat lagi sajak
palsu ibu
waktu
anak-anak mandi di sungai dan merajut sayap
Separuh
menjadi kunang-kunang, separuh ngengat
Pontianak,
16 Agustus 2015
© Alexander Mering