Siapa Lucky Luke Indonesia?

Lucky Luke by Mering, Siapa Lucky Luke Indonesia
Lucky Luke by Mering
by Alexander Mering

Pagi ini tiba-tiba saja saya merindukan sosok Lucky Luke. Cowboy penyendiri yang kemana-mana selalu menunggang kudanya yang kocak bernama Jolly Jumper. Sekali-sekala dia dan kudanya itu ditemani anjing  bernama Ran Tan Plan yang gobloknya minta ampun.

Untuk anak kampung yang tinggal sejauh 1000 KM dari pusat kota provinsi seperti saya, dus miskin pula adalah  mustahil bisa menemukan buku tokoh jago tembak paling cepat di dunia (mosok ada orang bisa menembak lebih cepat dari bayangan sendiri?).  

Dan satu lagi,  waktu itu belum ada jalan darat atau transportasi pesawat terbang ke Kabupaen Kapuas Hulu, apalagi internet!  

Tahun 70-80 an, satu-satunya alat transportasi untuk berhubungan dengan dunia luar adalah perahu motor tambang atau speedboat yang jarak tempuhnya bisa seminggu lebih antara Pontianak-Putussibau, kota kecil tempat keluargaku tinggal.

Saya melihat komik Lucky Luke pertama kali di rumah seorang teman SD.  Dia anak pejabat di kota kabupaten, yang ayahnya tentu punya koneksi di kota. Betapa inginnya saya membaca dan memiliki komik tersebut. 

Syukurnya anak pejabat itu tidak pelit dan bersedia meminjamkan buku karya Rene Goscinny dan Morris itu karena kami teman baik. 

“Tapi tunggu saya selesai membacanya semua ya?" 

Hampir seminggu saya tak bisa tidur nyenyak, karena tak sabar dipinjami buku itu. Karena di kelas dia sering  menceritakan kehebatan cowboy yang bisa menembak melebihi kecepatan angin dan kuda yang bisa bicara  dan doyan bir! Terkadang dia menirukan adegan bagaimana gerakan Lucky Luke Menembak. Wow… imajinasi kanak-kanakku pun mengembara sampai ke Arizona.

Saat komik berjudul Daisy Town itu sudah ditangan,  rasanya aku sudah sampai di negeri antah berantah itu. Aku bahkan tak ingat makan siang dan membca hingga menjelang malam. Jatahku hanya dua hari! Jadi kulahap buku tersebut secepat dan seingat yang kumampu. 

Malamnya aku mengambar, menirukan komik tersebut lengkap dengan Lucky Luke dengan para penjahat dan sheriff (ohya, di kota Putussibau belum ada mesin photo copy kala itu). Aku berniat membuat copy buku dengan menggambar dan meunulis ulang ceritanya.

Tentu saja aku tak mampu menyelesaikannya. Aku tak ingat persis berapa halaman yang berhasil kubuatkan salinan. Hasilnya tentu saja tidak sesempurna ilustrasi Morris, lagi pula aku kan hanya anak SD yang menggambar dengan pensil butut.

Kenangan masa kanak-kanakku itu muncul lagi ketika aku melintasi padang savanna di New Mexico tahun 2012 silam.  Dan sekali lagi, di pagi ini kenangan itu muncul lagi tiba-tiba, ketika seorang lelaki umur 40-an bercelana jins, kemeja kuning, mengenakan rompi hitam dan sepatu kulit tinggi buru-buru masuk bandara. Tentu dia tak membawa pistol, dan  tak mengenakan topi cowboy.

Tapi hei…tunggu dulu, dia menenteng majalah warna hijau yang disampulnya tertulis Tujuh Kisah Lucky Luke!

Andai saja ada Lucky Luke di Indonesia, maukah dia membantu KPK? Menolong orang kampung yang tanahnya dirampas para pejabat korup, investor hitam dan penguasa yang merudapaksa hak-hak rakyat?

Hmmm...sayangnya imajinasiku tak sehebat dulu, ketika aku  masih bisa menjadi Winnettou atau Lucky Luke sekaligus. 

Pagi ini, kuraih pensil dari dalam tas. Kugambar lagi sosok cowboy penyendiri yang bahkan kuragukan apakah dia benar-benar pernah punya tempat untuk pulang nun jauh di negeri antah berantah.

"...I'm poor lonesome cowboy and a lone long ways from home..."


Pontianak, Agustus 2015 

Copyright © Alexander Mering
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url