Bejana Tanpa Nama design by Alexander Mering |
Atas namamu yang menghantu itu,
mengapa harus ada rindu?
Tempat yang paling kuinginkan untuk bertemu,
tempat nanti aku akan rebah di suatu waktu
Atas namamu yang tak bisa kueja,
mengapa aku harus terjaga?
Menunggu musim yang tak pernah datang,
selain aroma kembang dan kepak kupu-kupu
Atas namamu yang tak mungkin kutulis,
mengapa aku harus merasa luka?
Mengapa ada cinta yang lara,
duka yang terlalu lama diperam menjadi tangis
Atas namamu yang tak dapat kuucap itu,
mengapa harus ada candu?
Mengapa mesti kucari-cari selalu,
pengemis yang mengais najis angka di dadu
Atas namamu yang tak seharusnya kuingat-ingat,
mengapa harus ada sajak yang bergolak?
Mengapa angin tak membuatmu
secepatnya berangkat, menggunting tali perahu
Kutenggak tandas namamu dalam secangkir labu,
tak ada yang tersisa kecuali luka di meja,
aku mabuk di peluk pungguk yang tengah sesunguk
di pucuk picung[1]
piatu
Tanjung Picung, Agusuts 2018
[1] Picung (bahasa Sunda) di beberapa tempat di nusantara disebut juga buah kepayang atau keluwak. Nama latinya adalah Pangium edule Reinw. ex Blume; suku Achariaceae, dulu dimasukkan dalam Flacourtiaceae. Pemeo lama mengatakan mereka yang sedang kamasmaran bak orang yang sedang mabuk kepayang
Baca tulisan terkait: Picung Kasarung