Film Istri Orang tercipta melalui workshop sinema ala orang desa yang dilakukan Kemitraan-The Partnership for Governance Reform melalui Program Peduli di Desa Pajenangger, Pulau Kangean, yang terletak di sisi timur Pulau Madura.
Ini merupakan proses berkarya sarat kesederhanaan, dimana semangat mencipta dalam sinema ditumbuhkan sebagai syarat utama kegiatan. Partisipasi dan pelibatan setiap orang adalah hal terpenting, mulai dari menggali cerita, rencana produksi, proses pembuatan filmnya, hingga memerankan adegan demi film tersebut. Semuanya adalah warga desa tempat film dibuat.
Oleh karena itu jangan
dilihat kelemahan teknis, tapi fokuslah pada
gagasan keterlibatan warga, pada ruang interaksi sosial yang dibangun melalui
seluruh rangkaian proses yang inklusif. Sebab dalam ruang-ruang seperti itulah
diskursus tentang apa itu ekslusi dan inklusi sosial bisa kita temukan,
sebagaimana yang diangkat oleh Program Peduli.
Ceritanya mengambil
latar desa kecil di Pulau Kangean.
Pulau yang
pernah diabadikan Prapanca dalam Syair berbahasa Kawi di kitab Negara Kertagama
zaman majapahit. Istri Orang mengangkat cerita kehidupan gadis remaja bernama
Endah yang tengah gelisah akibat paksaan sang ayah untuk segera menikah.
Voice over dipilih sebagai cara
bertutur, mengungkapkan kata hati Endah. Yaitu bagaimana seorang perempuan dengan latar
belakang budaya patriaki memandang kehidupan dan dunia lelaki yang
mengelilinginya. Terutama dari lima pria
dalam hidupnya, mulai dari pacar, ayah, mertua, suami, dan pria
pembawa air yang dalam pandangannya, memiliki kesamaan, yaitu selalu berujung
meninggalkannya.
Endah sadar betul jika dalam
tatanan sosial-masyarakat negeri ini, khususnya di Pulau Kangean yang didasari budaya timur—ditambah interpretasi nilai agama yang dianut: perempuan hanyalah pelengkap, sedangkan lelaki adalah penguasa.
Seburuk apa pun situasinya, kondisi pria bakal lebih beruntung berkat
keistimewaan tersebut.
Artikel Terkait:
Melalui curahan hati Endah, Istri Orang mengingatkan kita betapa sempitnya ruang gerak perempuan Indonesia
yang
ditempeli berbagai stigma. Contohnya saat
nakisr seseorang, Endah merasa perlu menjaga diri, diam, plus malu-malu, karena sekali lagi, dirinya hanyalah seorang perempuan.
Ruang itu semakin sempit setelah dia dipersunting lelaki yang tak dicintai dan mencintainya. Wanita mesti menjaga sikap, melayani suami, disibukkan urusan
rumah tangga yang membuat status “istri” seolah cuma sebutan halus bagi seorang “pembantu”.
Film ini akan menjorokkan anda kepada rasa sedih, bingung, tapi juga menjengkelkan. Sesuatu di sekitar yang meguras persaan kita. Tonton sampai habis film ini, dan anda akan mengumpat kesal, di dalam hati setidak-tidaknya. (*)
[1] Tulisan
ini hanya dimaksudkan untuk catatan pada acara nonton bareng dan diskusi film
Istri Orang